Setelah melewati tiga tahun pertama yang begitu krusial, anak-anak membawa “bekal” yang mereka terima dari orang tua dan lingkungan ke tahap perkembangan berikutnya. Tiga tahun kedua dalam kehidupan mereka menjadi batu loncatan penting untuk membentuk pribadi yang lebih utuh.
Pada usia ini, pikiran sadar anak mulai terbentuk. Filter mental — mekanisme seleksi informasi di dalam pikiran — perlahan berkembang dan akan terus menguat seiring berjalannya waktu. Pikiran anak yang tadinya terbuka penuh kini mulai mempertanyakan informasi yang tidak sesuai dengan apa yang sudah tertanam sebelumnya. Meski belum bisa menolak secara mutlak, mereka mulai ragu terhadap data baru yang bertentangan.
Ketika seorang anak mencapai usia 8 tahun, filter mental ini kian tebal. Pada usia 13 tahun, belief yang sudah terbentuk menjadi sangat kokoh. Setelah masa ini, mengubah belief akan menjadi tantangan besar karena pikiran sadar mulai aktif memberikan perlawanan dan menolak upaya untuk menggoyahkan belief yang sudah tertanam.

Tiga Periode Kritis dalam Perkembangan Belief
Agar lebih mudah memahaminya, kita dapat membagi perkembangan belief ke dalam tiga periode berikut:
- Masa Tanam (Usia 0-7 Tahun)
Pada tahap ini, orang tua dan lingkungan adalah pengaruh utama. Semua informasi yang diterima anak terserap langsung ke bawah sadar, membentuk pola belief mendasar. - Masa Meniru (Usia 7-14 Tahun)
Anak mulai meniru dan mengadopsi belief dari orang-orang yang dikagumi atau dicintai, seperti guru, saudara, atau teman. - Masa Sosial (Usia 14-21 Tahun)
Anak memasuki dunia sosial yang lebih luas. Mereka belajar dari teman sebaya, guru, internet, media, bahkan figur publik. Di usia ini, anak mulai memilih dan menolak belief secara mandiri.

Belief Ibarat Meja
Bayangkan belief seperti sebuah meja. Meja hanya bisa berdiri kokoh jika memiliki kaki. Semakin banyak kaki yang menopangnya, semakin kuat meja itu. Begitu pula belief. Ia hanyalah konsep hingga diperkuat dengan “data” yang kita anggap sahih dan dapat dipercaya.
Sumber data ini bervariasi. Ketika kecil, data terutama datang dari orang tua atau pengasuh. Ketika lebih dewasa, kita mendapatkan data dari lingkungan — seperti keluarga besar atau guru. Setelah itu, sumber data bisa lebih luas: pengalaman pribadi, buku, media, seminar, hingga otoritas seperti figur publik atau agama.
Menurut Shad Helmstetter dalam bukunya “What to Say When You Talk to Yourself”, rata-rata anak dari usia 0-18 tahun mendengar kata-kata negatif seperti “tidak!”, “jangan!”, “tidak bisa!” hingga 148.000 kali. Jika ia beruntung tumbuh dalam keluarga yang positif, angka ini “hanya” sekitar 100.000 kali.

Bagaimana Belief Terbentuk?
Proses pembentukan belief dapat terjadi melalui lima cara berikut:
- Pengulangan
Informasi yang terus-menerus diulang lama-lama diterima sebagai kebenaran. Teknik ini sering digunakan dalam iklan atau metode afirmasi untuk memasukkan ide ke pikiran bawah sadar. - Identifikasi dengan Kelompok atau Keluarga
Belief yang dianut oleh keluarga atau kelompok sosial sering kali kita adopsi. Contoh, “Hampir semua ibu pintar memberi susu merek X kepada bayinya.” Tanpa berpikir kritis, kita cenderung menerima klaim ini sebagai fakta. - Otoritas Figur
Kata-kata dari figur otoritas seperti selebritas, dokter, atau pembicara publik sering diterima begitu saja oleh bawah sadar. Inilah sebabnya banyak iklan atau seminar menggunakan klaim dari nama besar untuk meningkatkan kredibilitas. - Emosi yang Intens
Pengalaman yang dialami dengan emosi yang kuat mudah tertanam menjadi belief. Misalnya, seorang anak yang selalu melihat orang tuanya bertengkar tentang uang mungkin akan percaya bahwa uang adalah sumber masalah dalam hidup. - Kondisi Alfa (Hipnosis)
Anak-anak sering berada dalam kondisi alfa, yaitu keadaan pikiran yang sangat terbuka terhadap sugesti. Informasi yang masuk di fase ini akan terserap sepenuhnya ke bawah sadar.
Lingkungan dan Program Hypnosis yang Tidak Disadari
Lingkungan, terutama keluarga, memberikan “program” belief melalui pesan-pesan verbal dan nonverbal yang diulang setiap hari. Anak kecil sangat rentan terhadap pengaruh ini karena pikiran mereka belum mampu membedakan mana yang benar atau salah.
Sebagai contoh, jika seorang anak terus-menerus mendengar komentar seperti “Kamu tidak pernah bisa melakukan apa-apa dengan benar,” maka komentar itu menjadi belief yang tertanam di dalam dirinya.

Kesimpulan: Hati-hati dengan Benih yang Anda Tanam
Belief adalah pondasi yang membimbing pikiran, emosi, dan keputusan kita. Saat kita memberi anak lingkungan yang kaya akan afirmasi positif, kita menanamkan benih keberanian, kepercayaan diri, dan belief pada potensi mereka. Sebaliknya, lingkungan yang negatif akan mencetak belief yang membatasi perkembangan mereka.
Ingatlah, kata-kata Anda adalah pupuk yang menumbuhkan pohon kehidupan anak Anda. Apakah Anda ingin membiarkan pohon itu tumbuh kuat, penuh bunga, dan buah, atau layu dan mati sebelum waktunya? Pilihlah dengan bijaksana.
Apa yang telah dibahas dalam artikel ini hanyalah sebagian kecil dari pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana belief terbentuk dan bagaimana cara membentuk lingkungan yang mendukung perkembangan anak. Jika Anda ingin mendapatkan panduan yang lebih terstruktur dan mendalam tentang cara membentuk belief positif pada anak, bergabunglah dengan Prommunity. Di sana, Anda akan mendapatkan akses ke materi yang lebih lengkap, komunitas yang suportif, serta bimbingan langsung dari para ahli di bidangnya.
< Sebelumnya: Tiga Tahun Pertama: Fondasi Kritis yang Tak Tergantikan
> Selanjutnya: Renungan Mendalam: Bagaimana Belief Bertahan dan Berkembang